Merokok Sejak Muda, Waspada
Penyakit Paru Obstruktif Kronik
Penyakit Paru Obstruktif Kronik, atau PPOK, merupakan
penyakit yang
menyerang paru-paru untuk jangka waktu yang panjang. Faktor risiko
penyakit ini pun banyak terdapat di sekitar kita, seperti polusi udara
dan yang terbanyak adalah merokok.
Menurut dr. Dianiati Kusumo Sutoyo, SpP(K), anggota Kelompok Kerja Asma
dan PPOK dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), berbeda dengan
asma yang memiliki gejala fluktuatif dengan variabilitas tinggi, PPOK
memiliki perjalanan penyakit yang lambat namun terus meningkat.
"Sehingga, onsetnya sering di usia tua, terkait pajanannya juga yang
butuh waktu lama. Tetapi, kalau sekarang sudah merokok dari SMP atau
SMA, tidak usah menunggu usia 40 tahun, dia sudah bisa kena PPOK," kata
dokter yang disapa Titi itu kepada VIVA.co.id baru-baru ini.
Jika sudah terkena PPOK, akan terus terjadi perburukan dan perburukan
karena laju perburukannya lebih cepat dari normal.
Umumnya penyakit ini memang dilakukan deteksi pada usia 40 tahun ke
atas, tapi jika dilihat dari kebiasaan merokok masyarakat yang sudah
dimulai usia muda, usia 30 tahun pun bisa terjadi PPOK. Tentu saja,
rerokok di usia 50 atau 60 tahun risikonya lebih tinggi lagi.
PPOK, jelas Titi, memiliki gejala utama sesak napas. Gejalanya
progresif, terutama yang punya riwayat faktor risiko seperti merokok.
Pada stadium satu, biasanya PPOK tidak menunjukkan gejala, mereka bisa
sama dengan orang normal. Hanya saja ketika dilakukan pemeriksaan,
paru-parunya sudah mengalami penyempitan saluran napas yang menetap.
Pada stadium dua, mulai terjadi gejala yakni infeksi yang berulang.
Banyak pasien yang datang di layanan kesehatan pada stadium ini, tetapi
sayangnya yang terobati hanya infeksinya saja, sedangkan PPOK-nya
terabaikan.
Tidak tertanganinya PPOK secara tepat ini membuat penyakit semakin
tertunda pengobatannya sehingga terus meningkat menjadi stadium lanjut.
Pada stadium tiga sudah terjadi keluhan yang dirasakan meski belum
merasa sesak napas.
"Dia mulai membatasi kegiatannya, dari yang biasanya berolahraga dia
kurangi intensitas olahraganya sampai dia merasakan betul sesak napas,"
kata Titi.
Jika sudah memasuki stadium empat, PPOK sudah terjadi komplikasi yang
mengenai sistem, atau organ lain seperti jantung. Peradangan pada PPOK
pun sifatnya menyebar, tetapi bisa juga terjadi secara bersamaan di
saluran pernapasan dan pembuluh darah. Karenanya, timbul pula penyakit
jantung koroner, hipertensi, gangguan koagulasi darah dan lainnya.
Komplikasi nomor satu pada PPOK, menurut Titi, adalah gagal napas akut
yang bisa mengancam kehidupan. Dalam kesehariannya, pasien juga bisa
jatuh dalam gagal napas kronik, artinya paru-paru tidak mampu mengambil
oksigen atau membuang CO2. Ini juga bisa mengganggu produktivitas
pasien dan menjadi beban keluarga.
Selain itu, PPOK juga bisa menyebabkan komplikasi gangguan
kardiovaskular, hipertensi, gagal jantung, aritme jantung dengan
tingkat mortalitasnya masing-masing. Komorbid, atau komplikasi lainnya
adalah osteoporosis, reflux atau asam lambung, fibrosis paru, ganguan
kognitif karena aliran darah dan oksigensiasi berkurang. Pasien juga
berisiko tinggi untuk terkena stroke.
http://m.viva.co.id/life/kesehatan-intim/922733-merokok-sejak-muda-waspada-penyakit-paru-obstruktif-kronik
viva.co.id, 10
Juni 2017
|